Impactful-kah Kampanye Lingkungan? (Softnews)
Banyaknya
isu-isu lingkungan yang bermunculan membuat banyak pula orang-orang yang mulai
peduli akan isu-isu tersebut. Salah satunya melalui kampanye-kampanye yang
dilakukan oleh beberapa organisasi ataupun komunitas yang concern terhadap lingkungan.
Seperti
Earth Hour, organisasi ini merupakan
kampanye inisiasi publik, yang menyatukan masyarakat dari seluruh dunia untuk
merayakan komitmen gaya hidup hemat energi dengan cara mematikan lampu dan
elektronik yang sedang tidak dipakai selama 1 jam. Tujuan dari Earth Hour mendorong individu,
komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintah yang saling berhubungan menjadi
bagian dari perubahan untuk dunia yang berkelanjutan. Di mulai dengan langkah
awal semudah mematikan lampu kepada dunia tentang perilaku hemat energi yang
sudah di lakukan.
Dalam
logo Earth Hour terdapat angka
"60" artinya 60 menit fokus pada tindakan positif mengurangi emisi
CO2. Tanda "+" artinya kegiatan Earth Hour tidak hanya
dilakukan selama 60 menit saja, tapi juga diikuti dengan perubahan gaya hidup
setiap hari. Mulai dari menggunakan transportasi publik, bersepeda, hemat air,
tidak buang sampah sembarangan, memilah dan daur ulang sampah, hemat kertas,
hingga berkebun dan menanam pohon.
Selain
Earth Hour, ada pula organisasi lain
yang juga concern terhadap isu
lingkungan yaitu World Merit Semarang
(WMS). World Merit adalah
organisasi pemuda internasional yang mendukung pergerakan untuk menjadi
Agent of Change. Dan dalam praktiknya WMS menjalankan Sustainable Development Goals(SDGs)
Seperti
yang dikatakan Salman Al Farisi sebagai Ketua WMS, “Hal-hal yang telah dilakukan
WMS terhadap isu-isu lingkungan tentu banyak, mulai dari pembiasaan di internal
WMS, member-nya juga harus ada impacful
ke dalam dan ke luar, yang ke luar salah satunya yaitu ‘A Day Without Straw’ dimana kami memberdayakan sebuah tempat makan
di Semarang yang satu hari penuh tidak akan menggunakan sedotan plastik sama
sekali. Disitu kami melakukan sosialisasi dan pemahaman terhadap owner-nya dan juga rencana keberlanjutan
untuk menindaklanjuti program yang sudah ada sehingga diharapkan restoran
tersebut tidak akan menggunakan sedotan plastik lagi. Dan bagi masyarakat yang enggan meminum langsung dari gelas,
disarankan memakai sedotan bambu.”
Lalu, yang menjadi permasalahan adalah apakah kampanye-kampanye yang telah dilakukan itu benar efektif dan impactful terhadap perubahan perilaku masyarakat atau mahasiswa khususnya untuk memiliki gaya hidup yang Eco-friendly?
Karena
seperti yang kita lihat sendiri sering kali hal tersebut hanya dianggap sebagai
seremonial. Yang mana setelah dikerjakan atau dilakukan tetapi tidak membawa
kesadaran mahasiswa itu untuk benar-benar mengubah cara hidupnya.
Dari
3 mahasiswa yang ditanyai mengenai terpaan kampanye-kampanye tersebut
mengatakan bahwa hal tersebut memang kurang efektif adanya. Salah satunya yaitu
Jihan Audrisha, mahasiswa UDINUS berkata “Untuk kampanye itu sendiri kurang
ber-impact buat aku dan temen-temen
karena di dalam proses kehidupan ini kita punya dua ciri manusia, pertama yaitu
manusia yang langsung sadar hanya dengan melihat sesuatu, dan kedua adalah
manusia yang belum sadar jika mereka belum terkena imbas dari sesuatu yang
dibuatnya sendiri”
Jadi,
bagaimana sebenarnya kampanye itu dapat digunakan untuk benar-benar mengubah
gaya hidup yang Eco-friendly?
Salah
satu aktivis lingkungan, Hairudin mengatakan “Jadi, setiap kampanye yang
dilakukan oleh pelaku penggerak itu harus komitmen dulu untuk merubah diri
sendiri, harus idealis namun realistis untuk tidak melakukan yang sudah di
kampanye kan, dan banyak-banyak diskusi sama temen-temen deket/kampus menanam pemikiran
cinta lingkungan dengan hal yang simple.”
Menurut
Rudi, memang benar setiap kegiatan/kampanye lingkungan tidak berdampak langsung
terhadap masyarakat/mahasiswa untuk mengikuti apa mereka kampanyekan, karena
setiap individu memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda.
Ia
menambahkan pula, walaupun tidak terlalu berdampak langsung, setidaknya ada
beberapa individu yang penasaran dengan suatu kampanye/kegiatan sehingga
individu tersebut ingin mencari tahu lebih dalam dari kampanye tersebut.
Sedangkan
menurut Fakhri Kusuma, anggota Earth Hour Semarang, untuk benar-benar ingin
mengubah perilaku melalui kampanye, sebaiknya cari tahu dahulu perilaku atau
latar belakang dari audiens yang ingin disasar seperti dari aspek demografi,
geografi, dan psikografi. Jika kita sudah mengetahui, maka langkah selanjutnya
mengatur strateginya. Jadi, kampanye yang baik adalah melalui riset dan data
yang baik pula setelah itu melakukan strategi yang tepat.
Mengutip
perkataan dari Jihan tentang inti permasalahan ini yaitu “If you want to change
someone’s habit, apalagi yang merusak lingkungan, anda harus menjadi awal bagi
mereka” Intinya adalah jika kita ingin mengubah gaya hidup seseorang menjadi
lebih cinta lingkungan, mulai lah dari diri sendiri. Memberi contoh kepada orang
lain dan melakukan personal approach
yang mana hal tersebut akan lebih berdampak terhadap orang yang menerimanya.
Jadi,
lingkungan adalah hal yang sangat berharga di dunia ini. Jika kita tidak bisa
menjaganya maka ia juga tidak bisa menjaga kita dalam berkehidupan. Sayangilah
bumimu, dan mulai perubahan!
0 Response to "Impactful-kah Kampanye Lingkungan? (Softnews)"
Posting Komentar